Rabu, 08 November 2017

Pembentukan Ikatan C-C, Penyerangan Elektrofilik Dan Nukleofilik

Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3. Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,50 dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 1 di bawah ini :
Gambar 1. kestabilan struktur tetrahedral
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat membentuk empat ikatan dengan atom hydrogen seperti pada Gambar B. Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan Gambar 2 di bawah ini :
Gambar 2. kerangka senyawa karbon
Dalam berikatan sesama atom karbon terdapat tiga kemukinan, pertama membentuk ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Untuk penyederhanaan dapat kita ibaratkan Ikatan unggal terjadi dari orbital s dan disebut ikatan sigma pada orbital hibrid sp3 dan bentuk molekul tetrahedron dengan sudut 109,50. Senyawa dengan ikatan tunggal disebut dengan senyawa hidrokarbon jenuh. Senyawa hidrokarbon dengan ikatan rangkap dua terjadi pada orbital p, dan ikatan ini dikenal dengan ikatan phi, pada ikatan rangkap dua terjadi perubahan sudut akibat dua orbital p berposisi sejajar sehingga membentuk orbital sp2 (segi tiga datar) dan sudut yang terbentuk adalah 1200. Sama halnya dengan ikatan rangkap tiga terdapat dua orbital p dalam posisi sejajar sehingga merubah bentuk orbital sp menjadi (bentuk planar) dengan sudut 1800. Bentuk molekul dari senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh ditampilkan pada Gambar di bawah ini. Untuk senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap disebut dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh.
Gambar 3. ikatan antar senyawa karbon
Atom karbon pada senyawa hidrokarbon memiliki posisi yang berbeda – beda. Coba kita perhatikan rumus bangun dibawah ini pada Gambar di bawah ini. Semua  atom karbon (merah) yang dapat mengikat 3 atom hidrogen dan berposisi di tepi, disebut dengan atom karbon primer. Atom karbon nomor 3 (hijau) yang mengikat 2 atom hidrogen disebut dengan atom karbon sekunder. Demikian pula atom karbon yang mengikat hanya 1 atom hidrogen (warna abu – abu) memiliki posisi sebagai atom karbon tersier. Setiap atom Karbon dalam kerangka senyawa hidrokarbon dapat mengikat atom lain seperti atom hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, klor dan lainnya.
Gambar 4. atom C primer,sekunder,tersier
                  Perbedaan atom yang diikat menyebabkan perubahan khususnya pada polaritas sehingga menyebabkan perbedaan sifat – sifat kimia molekul yang dibentuk. Hal ini dapat dicermati pada gambar di bawah ini :
Gambar 5. perbedaan kepolaran
Dari berbagai unsur-unsur kimia yang kita kenal, ada satu unsur yang cakupannya sangat luas dan pembahasannya sangat mendalam yakni KARBON. Karbon mempunyai nomor atom 6 sehingga jumlah elektronnya juga 6, dengan konfigurasi 6 C = 2, 4. Dari konfigurasi elektron ini terlihat atom C mempunyai 4 elektron valensi (elektron pada kulit terluar). Untuk memperoleh 8 elektron (oktet) pada kulit terluarnya (elektron valensi) dibutuhkan 4 elektron sehingga masing-masing elektron valensi mencari pasangan elektron dengan atom-atom lainnya. Kekhasan atom karbon adalah kemampuannya untuk berikatan dengan atom karbon yang lain membentuk rantai karbon. Bentuk rantai2 karbon yang paling sederhana adalah Hidrokarbon. Hidrokarbon hanya tersusun dari dua unsur yaitu Hidrogen dan Karbon.
Berdasarkan jumlah atom C lain yang terikat pada satu atom C dalam rantai karbon, maka atom C dibedakan menjadi :
a. Atom C primer, yaitu atom C yang mengikat satu atom C yang lain.
b. Atom C sekunder, yaitu atom C yang mengikat dua atom C yang lain.
c. Atom C tersier, yaitu atom C yang mengikat tiga atom C yang lain.
d. Atom C kwarterner, yaitu atom C yang mengikat empat atom C yang lain.
Gambar 6.  susunan atom C primer,sekunder,tersier
  •  atom C primer, atom C nomor 1, 7, 8, 9 dan 10 (warna hijau)
  •  atom C sekunder, atom C nomor 2, 4 dan 6 (warna biru)
  •  atom C tersier, atom C nomor 3 (warna kuning)
  •  atom C kwarterner, atom C nomor 5 (warna merah)

Berdasarkan bentuk rantai karbonnya :
• Hidrokarbon alifatik = senyawa hidrokarbon dengan rantai lurus/terbuka yang jenuh (ikatan tunggal/alkana) maupun tidak jenuh (ikatan rangkap/alkena atau alkuna).
•  Hidrokarbon alisiklik = senyawa hidrokarbon dengan rantai melingkar / tertutup   (cincin).
• Hidrokarbon aromatik = senyawa hidrokarbon dengan rantai melingkar (cincin) yang mempunyai ikatan antar atom C tunggal dan rangkap secara selang-seling / bergantian (konjugasi).
Berdasarkan ikatan yang ada dalam rantai C-nya, senyawa hidrokarbon alifatik dibedakan atas :
1. Alkana (CnH2n+2)
2. Alkena (CnH2n)
3. Alkuna (CnH2n-2)
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik
            Perbedaan mekanisme reaksi substitusi elektrofilik dengan mekanisme reaksi substitusi nukleofilik, terletak pada spesies penyerang dan gugus pergi. Pada reaksi substitusi elektrofilik, spesies penyerang dan gugus perginya adalah suatu elektrofil (asam menurut konsep Lewis ). Pada dasarnya perubahan yang terjadi pada reaksi substitusi elektrofilik adalah suatu elektrofil (asam menurut konsep Lewis) membentuk sebuah ikatan baru dengan atom karbon substrat dan salah satu substituen pada karbon tersebut lepas tanpa membawa pasangan elektronnya. Elektrofilnya dapat berupa ion positif, atau ujung positif suatu dipol, atau dipol terinduksi.  Secara umum persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
                        R – X     +       Y +     →      R – Y              +      X+
                             Substrat    elektrofil       hasil substitusi      gugus pergi
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Senyawa Alifatik
            Kemampuan melepaskan proton sangat menentukan kereaktifan senyawa alifatik dalam substitusi elektrofilik. Oleh karena itu gugus pergi yang paling banyak dijumpai dalam substitusi elektrofilik senyawa alifatik adalah proton. Senyawa yang mudah mengalami reaksi substitusi elektrofilik, contohnya: atom hidrogen yang terikat pada atom karbon yang berposisi alpha (Cα ) terhadap gugus karbonil atau atom hidrogen yang terikat pada atom karbon pada alkuna terminal ( RC ≡ CH) mudah dilepaskan sebagai proton. Sedangkan atom hidrogen pada alkana sukar dilepaskan sebagai proton, sehingga alkana sukar mengalami reaksi substitusi elektrofilik.

Pada reaksi substitusi elektrofilik dikenal empat macam mekanisme yaitu: SE1, SE2 (depan), SE2 (belakang) dan SEi. SE1 adalah substitusi elektrofilik unimolekuler sedangkan SE2 dan SEi adalah substitusi elektrofilik bimolekuler.
Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik
            Reaksi yang berlangsung karena penggantian satu atau lebih atom atau gugus dari suatu senyawa oleh atom atau gugus lain disebut reaksi substitusi. Bila reaksi substitusi melibatkan nukleofil, maka reaksi disebut substitusi nukleofilik(SN), dimana S menyatakan substitusi dan N menyatakan nukleofilik.
Spesies yang bertindak sebagai penyerang adalah nukleofil (basa Lewis), yaitu spesies yang dapat memberikan pasangan elektron ke atom lain untuk membentuk ikatan kovalen. Perubahan yang terjadi pada reaksi ini pada dasarnya adalah: suatu nukleofil dengan membawa pasangan elektronnya menyerang substrat (molekul yang menyediakan karbon untuk pembentukan ikatan baru), membentuk ikatan baru dan salah satu substituen pada atom karbon lepas bersama berpasangan elektronnya.
Jika nukleofil penyerang dinyatakan dengan lambang Y: atau Y dan substratnya R-X; maka persaman reaksi substitusi nukleofilik dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut:
R – X       +    Y-                    R – Y               +      X
Substrat      nukleofil             hasil substitusi      gugus pergi

            Gugus pergi adalah substituen yang lepas dari substrat, yang berarti atom atau gugus apa saja yang digeser dari ikatannya dengan atom karbon. Substrat bisa bermuatan netral atau positif, sedangkan nukleofil bermuatan netral atau negatif. Pada umumnya nukleofil adalah ion yang bermuatan negatif (anion), tetapi beberapa molekul netral dapat pula bertindak sebagai nukleofil, contoh: H2O, CH3OH, dan CH3NH2. Hal ini disebabkan karena molekul-molekul netral tersebut, memiliki pasangan elektron menyendiri yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma dengan atom C substrat. Dalam reaksi substitusi nukleofilik bila nukleofilnya H2O atau -OH disebut reaksi hidrolisis, sedangkan bila nukleofil penyerangnya berupa pelarut disebut reaksi solvolisis. Dengan demikian maka reaksi substitusi nukleofilik dapat dituliskan dalam  4 macam persamaan reaksi, yaitu :
Nu:       +  R – L     →        Nu   – R     + L:  –
Nu:         +  R – L     →        Nu+  – R     + L:  –
Nu:       +  R – L+   →        Nu   – R     + L: 
Nu:       +  R – L+   →        Nu+  – R     + L: 
Keterangan :
Nu       : atau Nu:¯ adalah nukleofil
L          : atau L:¯    adalah gugus pergi
Ion atau molekul yang merupakan basa yang sangat lemah, seperti I¯, Cl¯, Br¯merupakan gugus pergi yang baik, karena mudah dilepaskan ikatannya dari atom C substrat. Sedangkan nukleofil yang baik adalah nukleofil yang berupa basa kuat.
Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofil Senyawa Alifatik
            Reaksi substitusi nukleofil senyawa alifatik biasanya  terjadi pada senyawa alkil halida (R-X). Atom karbon yang mengikat halida pada alkil halida ini, mempunyai muatan parsial positif, sehingga mudah diserang oleh nukleofil. Jika  gugus perginya adalah ion halida, maka gugus ini merupakan gugus pergi yang baik karena ion-ion halidanya merupakan basa yang sangat lemah dan mudah digantikan oleh nukleofil.

Pertanyaan :
1.Reaksi apa saja yang dapat membentuk ikatan C-C ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi laju reaksi SN1 dan SN2 ?
3. Apa saja ciri-ciri mekanisme reaksi SN1 dan SN2 ?

Sumber : Fessenden, R. J. Dan J. S. Fessenden. 1982. Kimia organic edisi ketiga. Jakarta : Erlangga.
Hart, H.  1987.  Kimia Organik. Jakatra : Erlangga.
Wahyudi. 2000. Kimia Organik 3. Jakarta : Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar